Friday, June 13, 2025
HomeEntertainmentFilmKontroversi Abidzar dan Fenomena Cancel Culture di Media Sosial

Kontroversi Abidzar dan Fenomena Cancel Culture di Media Sosial

Dunia maya kembali dihebohkan dengan pernyataan Abidzar yang mengungkapkan bahwa ia tidak menonton drama Korea A Business Proposal, meskipun terlibat dalam versi remake-nya. Pernyataan tersebut langsung menjadi perbincangan panas di media sosial. Sebagian netizen menilai sikapnya kurang profesional, mengingat adaptasi ulang biasanya tetap menghormati karya aslinya. Namun, ada pula yang membela keputusan Abidzar, menganggapnya sebagai kebebasan seorang aktor dalam membangun karakter.

Fenomena semacam ini bukan hal baru di era digital. Satu pernyataan yang dianggap kontroversial dapat memicu gelombang dukungan atau kecaman besar-besaran. Peristiwa ini pun dikaitkan dengan fenomena cancel culture, sebuah praktik sosial yang kerap menjadi perdebatan di kalangan netizen dan pemerhati media.

Apa Itu Cancel Culture?

Dalam konteks sosial, cancel culture adalah praktik menghentikan dukungan terhadap individu, kelompok, atau organisasi karena tindakan atau pernyataan mereka yang dianggap tidak pantas oleh publik. Umumnya, gerakan ini berawal dari media sosial, di mana seseorang mengalami kecaman publik hingga akhirnya diboikot oleh masyarakat sebagai bentuk hukuman sosial.

Menurut Britannica, cancel culture juga disebut sebagai call-out culture, yakni upaya menuntut pertanggungjawaban dengan mengekspos kesalahan seseorang secara terbuka. Dalam beberapa kasus, praktik ini digunakan untuk menekan perubahan sosial atau sebagai alat untuk menegakkan keadilan, terutama ketika sistem hukum tidak memberikan solusi yang memadai.

Namun, cancel culture bukan tanpa kontroversi. Sementara sebagian pihak melihatnya sebagai alat yang efektif untuk meningkatkan akuntabilitas, sebagian lainnya menganggapnya sebagai bentuk perundungan digital yang berlebihan.

Dampak Positif dan Negatif Cancel Culture

Dampak Positif

  1. Mendorong akuntabilitas
    Cancel culture memungkinkan masyarakat menuntut pertanggungjawaban dari individu atau institusi yang melakukan kesalahan, terutama ketika mekanisme hukum tidak cukup efektif.
  2. Memberikan suara bagi kelompok yang kurang berdaya
    Media sosial membuka ruang bagi mereka yang sebelumnya tidak memiliki kekuatan politik atau sosial untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialami.
  3. Menjadi alat boikot modern untuk perubahan sosial
    Seperti halnya gerakan boikot dalam sejarah hak sipil, cancel culture dapat digunakan untuk menekan pihak yang bertindak tidak etis agar melakukan perbaikan.

Dampak Negatif

  1. Berisiko menjadi perundungan digital
    Dalam banyak kasus, praktik ini berubah menjadi serangan massal yang melampaui batas kewajaran, bahkan lebih merugikan daripada kesalahan awal yang dilakukan individu.
  2. Tidak selalu menghasilkan perubahan yang konstruktif
    Alih-alih menyelesaikan masalah dengan solusi konkret, cancel culture sering kali hanya menimbulkan kemarahan sesaat tanpa perbaikan jangka panjang.
  3. Meningkatkan intoleransi terhadap perbedaan pendapat
    Banyak orang menjadi takut menyuarakan opini mereka karena khawatir akan dikucilkan, sehingga ruang diskusi yang sehat semakin menyempit.

Kesimpulan

Fenomena cancel culture seperti yang dialami Abidzar mencerminkan betapa besar pengaruh media sosial dalam membentuk opini publik. Meski bisa menjadi alat untuk menuntut keadilan, fenomena ini juga berpotensi menciptakan lingkungan yang kurang toleran terhadap kesalahan dan perbedaan pandangan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam menyikapi isu-isu kontroversial serta memberikan ruang bagi individu untuk belajar dan berkembang dari kesalahannya.

Advertisement
RELATED ARTICLES
- Advertisement -

Most Popular

- Advertisement -