Friday, June 13, 2025
HomeNasionalPolitikLestari Moerdijat Tegaskan Belum Ada Pembahasan Resmi Pemakzulan Wapres Gibran di MPR

Lestari Moerdijat Tegaskan Belum Ada Pembahasan Resmi Pemakzulan Wapres Gibran di MPR

Jakarta – Wacana pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencuat setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengajukan tuntutan melalui surat terbuka. Namun, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat memastikan hingga saat ini belum ada pembahasan formal di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terkait isu tersebut.

Suasana di Kantor DPP Partai NasDem, Sabtu (26/4/2025), terasa hangat namun penuh kewaspadaan saat sejumlah awak media menanti tanggapan resmi dari elite politik. Lestari, yang mengenakan setelan sederhana berwarna biru gelap, tampak tenang menghadapi pertanyaan bertubi-tubi.

“Saya rasa sampai hari ini secara formal tidak pernah ada pembahasan, mungkin hanya wacana yang berkembang di masyarakat,” ujar Lestari kepada Republika.

Menghormati Konstitusi: Sikap Tegas Lestari Moerdijat

Dalam kesempatan tersebut, Lestari mengingatkan semua pihak untuk berpegangan pada konstitusi sebagai pedoman utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Saya hanya ingin mengingatkan, kita memiliki konstitusi, dan itu harus menjadi pegangan kita semua,” tegasnya, tanpa merinci lebih lanjut maksud dari pernyataan itu.

Ketika ditanya apakah isu pemakzulan Wapres Gibran bisa disebut sebagai “bola liar” di ruang publik, Lestari tak ragu menjawab singkat, “Iya, betul.”

Jawaban lugas itu seolah ingin menutup spekulasi lebih jauh, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada gerakan nyata di jalur resmi parlemen.

Prosedur Pemakzulan: Jalur Berat dan Panjang Menurut UUD 1945

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 7A dan 7B, prosedur pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden bukanlah perkara sederhana. Pemakzulan hanya dapat terjadi jika pejabat tersebut terbukti melakukan pelanggaran hukum berat seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau perbuatan tercela.

Proses ini dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang harus mengajukan usulan resmi kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Usulan tersebut harus disetujui oleh sekurang-kurangnya dua pertiga anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna, dengan kehadiran minimal dua pertiga dari total anggota.

Jika MK menyatakan bahwa Presiden atau Wakil Presiden terbukti bersalah, maka DPR dapat mengajukan permintaan pemberhentian kepada MPR. MPR wajib menggelar sidang dalam waktu maksimal 30 hari untuk memutuskan nasib Presiden atau Wakil Presiden, dengan syarat dukungan minimal dua pertiga dari seluruh anggota MPR.

Prosedur ini menegaskan bahwa isu pemberhentian pejabat tinggi negara tidak bisa hanya bermodalkan tekanan opini publik atau dorongan kelompok tertentu.

Reaksi dari Istana: Wiranto Tegaskan Presiden Tidak Bisa Intervensi

Sementara itu, dari Istana Kepresidenan Jakarta, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, juga angkat suara. Seusai berdiskusi dengan Presiden Prabowo Subianto, Wiranto menyampaikan bahwa Presiden memahami kegelisahan para purnawirawan TNI, namun tetap harus bertindak dalam kerangka hukum dan konstitusi.

“Presiden Prabowo menghormati dan memahami pikiran-pikiran para purnawirawan. Tapi beliau juga tahu, kekuasaan presiden itu terbatas. Kita menganut trias politica, ada eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” ungkap Wiranto dalam konferensi pers Kamis (24/4/2025).

Wiranto menegaskan bahwa Presiden tidak bisa serta-merta mengambil tindakan atas usulan tersebut karena masalah pemberhentian Wakil Presiden bukan menjadi wewenang eksekutif.

“Presiden akan mempelajari secara seksama isi tuntutan itu. Ini masalah fundamental, tidak bisa diputuskan dengan tergesa-gesa,” tegas mantan Panglima ABRI itu.

Respons Warga: Antara Dukungan Konstitusi dan Keresahan

Di sisi lain, suasana di tengah masyarakat pun bervariasi. Beberapa warga mengaku khawatir stabilitas politik akan terganggu bila isu pemakzulan ini terus bergulir liar. Namun banyak pula yang menyerukan agar semua pihak tetap mematuhi konstitusi.

“Kalau memang ada kesalahan harus dibuktikan dulu lewat jalur hukum, jangan asal tuduh,” kata Rudi (45), seorang pengusaha kecil di Jakarta Selatan.

“Jangan sampai bangsa ini gaduh lagi, kita baru mulai membangun,” tambah Maya (29), mahasiswa hukum di salah satu universitas di Jakarta.

Kesimpulan: Stabilitas Politik Harus Dijaga, Konstitusi Harus Ditegakkan

Meski wacana pemakzulan Wapres Gibran mencuat dari kalangan Forum Purnawirawan TNI, hingga kini belum ada langkah resmi di tubuh MPR RI. Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menegaskan bahwa semua pihak harus tetap berpegang pada konstitusi dan menghindari penyebaran isu liar.

Dari Istana, Presiden Prabowo melalui Wiranto juga mengingatkan bahwa penyikapan terhadap tuntutan itu harus penuh kehati-hatian, dengan tetap menghormati mekanisme hukum yang berlaku.

Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan kritis, menjaga persatuan nasional di tengah dinamika politik yang berkembang.

Advertisement
RELATED ARTICLES
- Advertisement -

Most Popular

- Advertisement -