“Keputusan ini melanggar norma hukum humaniter internasional dan Konvensi 1946 tentang Hak Istimewa dan Kekebalan PBB, yang merupakan salah satu fondasi utama kerja organisasi ini. Pelarangan aktivitas UNRWA juga bertentangan dengan resolusi-resolusi utama Majelis Umum PBB, termasuk Resolusi 181 tentang pembagian Palestina dan Resolusi 194 terkait pengungsi Palestina,” ujar Nebenzya, sebagaimana dikutip oleh kantor berita Rusia, TASS, Jumat (24/1/2025).
UNRWA Terancam Dilarang, Nasib Pengungsi di Ujung Tanduk
UNRWA, badan khusus PBB yang saat ini menangani hampir 6 juta pengungsi Palestina, menghadapi ancaman besar akibat kebijakan baru Israel. Sebelumnya, pada 28 Oktober 2024, parlemen Israel (Knesset) mengesahkan dua rancangan undang-undang (RUU) yang bertujuan membatasi dan melarang operasi UNRWA di wilayah yang berada di bawah kendali Israel, termasuk Jalur Gaza dan Tepi Barat.
RUU pertama, yang melarang aktivitas UNRWA di wilayah Israel, disetujui oleh 92 dari 120 anggota Knesset. Sementara itu, RUU kedua, yang melarang otoritas Israel melakukan kontak apa pun dengan UNRWA di Jalur Gaza dan Tepi Barat, didukung oleh 87 anggota parlemen. Hanya sebagian kecil anggota Knesset yang menentang kebijakan ini, sementara sisanya memilih abstain.
Dampak Kebijakan: Ancaman bagi Kelompok Rentan
Nebenzya memperingatkan bahwa penghentian operasi UNRWA akan membawa dampak bencana, terutama bagi kelompok paling rentan seperti anak-anak. “Tanpa UNRWA, nasib jutaan pengungsi Palestina akan terancam. Hal ini tidak bisa dibiarkan terjadi,” tegasnya.
UNRWA tidak hanya aktif di Tepi Barat dan Jalur Gaza, tetapi juga memberikan layanan penting seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan kemanusiaan di negara-negara seperti Yordania, Suriah, dan Lebanon. Dengan keputusan Knesset ini, masa depan badan tersebut di wilayah Palestina menjadi semakin suram.
Latar Belakang Konflik
Sejak didirikan pada 1949, UNRWA berfungsi sebagai penopang utama kehidupan bagi jutaan pengungsi Palestina yang kehilangan tempat tinggal akibat konflik berkepanjangan di kawasan itu. Namun, badan ini kerap menjadi subjek kontroversi, dengan Israel menuduhnya memperburuk konflik dengan mempertahankan status pengungsi turun-temurun.
Sementara itu, langkah terbaru Israel dianggap oleh banyak pihak, termasuk Rusia, sebagai upaya untuk melemahkan perjuangan rakyat Palestina. “Keputusan ini bertentangan dengan komitmen internasional yang mendasari pembentukan negara Israel,” kata Nebenzya menutup pernyataannya.