Jakarta – Pemandangan deretan ban vulkanisir yang digantung di kios-kios tambal ban pinggir jalan makin sering terlihat di berbagai sudut kota. Di antara lalu lintas padat siang itu, suara deru mesin motor bercampur dengan panggilan pedagang yang menawarkan “ban murah, kuat, tahan lama.” Harga miring menjadi daya tarik utama, membuat banyak pengendara sepeda motor memilih ban bekas vulkanisir dibanding ban baru.
Namun, di balik popularitasnya, para ahli dan praktisi otomotif mulai mengingatkan soal risiko keselamatan yang perlu diwaspadai. Ban vulkanisir, meski tampak seperti baru, memiliki sejumlah kelemahan yang dapat memengaruhi keamanan di jalan raya.
Apa Itu Ban Vulkanisir?
Ban vulkanisir adalah ban bekas yang diperbarui dengan cara menambahkan lapisan karet baru pada permukaan tapaknya. Proses ini dilakukan melalui pemanasan dan penempelan ulang karet agar ban bisa dipakai kembali. Secara visual, ban vulkanisir terlihat seperti ban baru, bahkan memiliki pola tapak yang sama dengan produk pabrikan.
“Sekilas memang tampak seperti baru, tapi strukturnya sudah melemah,” ungkap Yusuf, seorang montir, kepada wartawan. Ia menambahkan bahwa banyak konsumen yang datang hanya mempertimbangkan harga, tanpa memahami perbedaan kualitasnya.
Menurut Yusuf, permintaan ban vulkanisir meningkat sekitar 20 persen dalam tiga bulan terakhir, terutama di kalangan pengendara ojek online dan pekerja lapangan. “Mereka bilang, buat sehari-hari lumayan, asal nggak ngebut,” tambahnya.
Mengapa Ban Vulkanisir Digemari?
Alasan utama pemakaian ban vulkanisir adalah harga yang jauh lebih murah. Harga ban vulkanisir biasanya hanya 50-60 persen dari harga ban baru dengan merek yang sama. Bagi sebagian pengendara motor yang harus menekan biaya perawatan, pilihan ini terasa lebih ekonomis.
“Saya pilih vulkanisir karena lebih hemat. Kalau beli baru, bisa dua kali lipat harganya. Lagipula jarang dipakai kecepatan tinggi,” kata Agus Salim (35), seorang pekerja proyek yang ditemui sedang mengganti ban motornya di bilangan Kalideres, Jakarta Barat.
Namun, di balik penghematan biaya itu, ada sejumlah risiko yang perlu dipahami.
Risiko Menggunakan Ban Vulkanisir
Menurut praktisi keselamatan berkendara Irwan Setiawan, penggunaan ban vulkanisir perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. Berikut risiko yang sering terjadi:
1. Daya Tahan Berkurang
Lapisan baru pada ban vulkanisir tidak selalu melekat sempurna dengan casing asli ban. Akibatnya, lapisan ini berisiko terkelupas atau terlepas saat digunakan, terutama pada kecepatan tinggi atau saat melintasi jalan panas.
“Kalau sudah terkelupas di jalan, risikonya bisa fatal. Apalagi kalau terjadi saat menikung atau mengerem mendadak,” jelas Irwan.
2. Keseimbangan Terganggu
Proses vulkanisir yang dilakukan manual membuat presisi ban tidak selalu terjaga. Hal ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan tapak ban, yang berdampak pada kestabilan motor. Pengendara bisa merasakan motor bergetar, terutama saat melaju di atas kecepatan 60 km/jam.
3. Lebih Rentan Pecah
Struktur ban yang sudah tua membuat ban vulkanisir lebih rawan pecah atau meledak. Apalagi jika sering melewati jalan berlubang atau membawa beban berlebih. “Ban ini cocoknya hanya untuk kecepatan rendah dan jalan datar,” kata Irwan.
4. Usia Pakai Lebih Pendek
Secara umum, usia pakai ban vulkanisir hanya 60-70 persen dari ban baru. Artinya, meski awalnya lebih murah, ban ini lebih cepat aus dan perlu diganti lebih sering.
5. Kenyamanan Berkendara Menurun
Permukaan ban vulkanisir cenderung lebih keras dan memiliki daya cengkeram lebih rendah dibanding ban baru. Ini membuat pengendara kurang nyaman, terutama di jalan basah atau licin.
Suasana Penggunaan di Lapangan
Di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, seorang pemilik kios ban bekas, Pak Bambang (52), menuturkan bahwa sebagian pembelinya adalah sopir ojek atau pekerja yang membutuhkan ban “darurat.” “Kadang cuma buat sementara, nanti kalau ada duit baru ganti baru,” ujarnya sambil menumpuk ban hasil vulkanisir di rak.
Suara palu, mesin press, dan bau karet menyengat menjadi pemandangan sehari-hari di kios tersebut. Beberapa pembeli tampak memeriksa pola tapak ban, sementara yang lain langsung mempercayakan pilihan kepada penjual.
Haruskah Tetap Dipilih?
Meski ban vulkanisir menawarkan solusi ekonomis, para ahli menyarankan agar pengendara tetap memprioritaskan keselamatan. “Kalau memang terpaksa pakai, pastikan proses vulkanisirnya dilakukan oleh penyedia terpercaya. Jangan asal murah,” tegas Irwan.
Selain itu, pengendara disarankan untuk rutin memeriksa kondisi ban, termasuk tekanan angin, keausan, dan potensi keretakan. Mengganti ban sesuai rekomendasi pabrikan tetap menjadi pilihan terbaik demi keselamatan jangka panjang.
“Ban itu nyawa di jalan. Jangan sampai nyari murah, malah taruhannya lebih mahal,” tutup Irwan.
Kesimpulan
Penggunaan ban vulkanisir di Indonesia terus meningkat karena faktor harga, tetapi membawa risiko serius terkait keselamatan dan kenyamanan berkendara. Memilih ban berkualitas dengan standar pabrikan tetap menjadi investasi penting bagi pengendara untuk menghindari kecelakaan di jalan raya.