Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Lampung menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Lampung, pada Senin (17/2/2025). Mereka mengkritik kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang dinilai berisiko mempengaruhi sektor pendidikan. Aksi ini juga menyoroti isu-isu lokal, seperti banjir yang kerap melanda Lampung serta masalah pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Bakung.
Sekitar pukul 12.00 WIB, para mahasiswa mulai memadati kawasan Kantor Pemerintahan Provinsi Lampung, sambil membawa berbagai spanduk yang berisi pesan kritik, seperti “Pendidikan Jadi Taruhan” dan “Indonesia Cemas”. Mereka mengenakan almamater masing-masing, menggambarkan solidaritas dari berbagai universitas yang tergabung dalam aliansi tersebut.
Meskipun hujan turun dengan deras, semangat para demonstran tetap berkobar. Sejumlah orator mengungkapkan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tak berpihak pada rakyat, dengan menekankan pentingnya pendidikan dan kesehatan sebagai sektor vital yang harus mendapatkan prioritas anggaran yang memadai.
Koordinator Lapangan Aksi, M. Ammar Fauzan, menyampaikan bahwa unjuk rasa ini merupakan bentuk protes atas kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah. Ia menegaskan bahwa pendidikan dan kesehatan adalah dua sektor yang tidak boleh dikorbankan demi efisiensi anggaran. “Kami hadir di sini untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat, khususnya dalam mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang layak,” ungkapnya.
Menurut informasi yang berkembang, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur efisiensi belanja dalam APBN dan APBD 2025. Dari total anggaran yang dialokasikan untuk kementerian dan lembaga serta transfer ke daerah, pemerintah menargetkan efisiensi hingga Rp 306,69 triliun. Meski demikian, dana untuk pegawai dan bantuan sosial tidak akan terpengaruh oleh kebijakan ini.
Namun, para mahasiswa khawatir bahwa kebijakan efisiensi tersebut akan berdampak langsung pada alokasi anggaran untuk pendidikan, salah satunya yang terkait dengan beasiswa, KIP Kuliah, serta program-program lainnya. Mereka mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa sektor pendidikan dan kesehatan tidak akan terabaikan.
Selain isu anggaran, mahasiswa juga mengangkat masalah-masalah lain di Lampung, seperti persoalan banjir yang hampir setiap tahun melanda beberapa wilayah dan pengelolaan sampah di TPA Bakung yang belum terselesaikan dengan baik. Mereka juga menuntut agar pemerintah mengusut tuntas tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap warga Desa Sabah Balau, terkait dengan eksekusi lahan pada 12 Februari 2025 lalu.
Gelombang unjuk rasa mahasiswa ini juga tak hanya terjadi di Lampung, tetapi juga di berbagai daerah lainnya, seperti Jakarta dan Kalimantan Selatan. Bahkan, tagar #IndonesiaGelap sempat menjadi trending topic di media sosial, yang mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap kebijakan pemerintah saat ini.
Usai aksi yang berlangsung cukup lama, perwakilan mahasiswa akhirnya diterima oleh anggota DPRD Lampung. Dalam pertemuan tersebut, anggota Komisi V DPRD Lampung, M. Syukron Muchtar, menegaskan bahwa mereka akan mengawal tuntutan mahasiswa dengan serius. Ia memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak akan mengurangi alokasi untuk sektor pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan amanat konstitusi yang mengharuskan 20 persen dari APBN dialokasikan untuk pendidikan nasional.
Syukron juga berkomitmen untuk berkoordinasi dengan Komisi X dan Komisi XI DPR guna memastikan anggaran pendidikan dan kesehatan tetap terpenuhi. Ia menambahkan bahwa DPRD Lampung akan menyuarakan berbagai persoalan lokal, termasuk masalah banjir, sampah, dan tindak kekerasan di Desa Sabah Balau.
Aksi mahasiswa pun berakhir dengan damai setelah penandatanganan komitmen bersama antara mahasiswa dan DPRD Lampung. Dalam kesepakatan tersebut, DPRD Lampung berjanji untuk mendukung dan mengawal tuntutan mahasiswa, serta mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan efisiensi anggaran yang dianggap dapat merugikan rakyat. Para mahasiswa juga meminta agar transparansi anggaran pendidikan dan riset dijaga, dengan memastikan kebijakan yang diambil berpihak pada kebutuhan masyarakat.
Dengan komitmen tersebut, diharapkan kebijakan yang dihasilkan akan lebih memperhatikan hak-hak dasar rakyat, terutama dalam sektor pendidikan dan kesehatan, serta mengutamakan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara.