Pada Rabu, 19 Maret 2025, militer Israel mengumumkan dimulainya operasi darat terbatas di Jalur Gaza, dengan tujuan memperluas zona pertahanan dan memisahkan wilayah utara dan selatan Gaza. Dalam pernyataan resmi, pasukan Israel mengklaim telah memperluas kendali mereka di sekitar Jalur Netzarim, yang terletak di tengah Gaza. Brigade Golani, salah satu unit terkemuka Israel, juga disebutkan akan ditempatkan di wilayah selatan Gaza dan siap untuk bergerak lebih dalam ke kawasan tersebut.
Operasi ini merupakan kelanjutan dari langkah militer sebelumnya yang menguasai daerah tersebut, meskipun pasukan Israel terpaksa mundur setelah gencatan senjata diberlakukan pada Januari 2025. Meskipun media Israel menyebutkan bahwa pasukan mereka baru memasuki Netzarim secara parsial, ketegangan tetap meningkat seiring dengan ditutupnya sebagian Jalan Salahuddin dan penarikan tim pengawas asing dari wilayah tersebut.
Ancaman Serangan Besar dan Pengosongan Warga Gaza
Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, mengumumkan bahwa proses pengosongan wilayah permukiman di Gaza akan segera dilaksanakan. Dalam pernyataannya, Katz menyebutkan bahwa pengosongan ini merupakan bagian dari “migrasi sukarela,” meskipun langkah ini telah menuai kritik dan kekhawatiran akan pengusiran paksa terhadap warga Palestina.
Lebih lanjut, Katz menegaskan bahwa Israel siap melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap kelompok Hamas jika mereka menolak tawaran yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump terkait pembebasan tawanan. Di sisi lain, tentara Israel telah mengeluarkan perintah evakuasi di beberapa kawasan, seperti Beit Hanoun di utara, serta Khuza’a dan Abasan di selatan Gaza, yang memaksa ribuan warga kembali mengungsi.
Korban Jiwa Terus Berjatuhan di Gaza
Sementara operasi darat berlangsung, serangan udara Israel juga terus dilancarkan, dengan sedikitnya 60 warga Palestina dilaporkan tewas dalam 24 jam terakhir. Serangan udara ini semakin menambah jumlah korban yang terus meningkat. Sejak Selasa, total korban jiwa akibat agresi militer Israel telah mencapai lebih dari 460 orang, banyak di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Pada malam Rabu, serangan udara menghantam sebuah rumah duka di Beit Lahiya, menewaskan 14 orang dan melukai 30 lainnya. Selain itu, serangan-serangan di Beit Hanoun dan Al-Mawasi menyebabkan lebih banyak korban, termasuk seorang anak yang tewas akibat serangan drone.
Penolakan Gencatan Senjata dan Krisis Kemanusiaan
Serangan ini terjadi setelah kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak untuk memasuki tahap kedua gencatan senjata, dengan alasan untuk meningkatkan tekanan terhadap Hamas dalam negosiasi pertukaran tawanan. Sejak dimulainya agresi militer pada Oktober 2023, Gaza telah menghadapi kehancuran besar dan memicu krisis kemanusiaan yang semakin memburuk, dengan ribuan orang terpaksa mengungsi dan fasilitas kesehatan serta infrastruktur lainnya hancur.
Apa yang Diharapkan Selanjutnya?
Krisis ini tampaknya semakin jauh dari penyelesaian, dengan ketegangan yang terus meningkat antara Israel dan Hamas. Pengosongan paksa yang diancamkan oleh pihak Israel dan serangan yang terus berlangsung menambah ketegangan di wilayah tersebut, sementara situasi kemanusiaan semakin memburuk.