Monday, March 24, 2025
HomeInternasionalAmerika-KanadaPerang Dagang Trump Memanas! Bidik Negara Surplus Terhadap AS

Perang Dagang Trump Memanas! Bidik Negara Surplus Terhadap AS

Jakarta, Indonesia – Kebijakan perdagangan global mengalami guncangan besar sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Dalam upayanya menyeimbangkan neraca dagang, Trump menerapkan tarif impor tinggi terhadap negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS, termasuk China, Vietnam, dan Indonesia.

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengibaratkan langkah agresif ini sebagai “war game” dalam sektor ekonomi, di mana kebijakan perdagangan yang sebelumnya berbasis aturan multilateral kini berubah menjadi tindakan sepihak (unilateralism).

Tarif Tinggi dan Reaksi Balasan

Dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta Pusat pada Kamis (13/3/2025), Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan tarif impor tinggi yang diterapkan Trump berdampak luas pada ekonomi global.

“Perdagangan yang sebelumnya berbasis aturan (rule-based trade) kini dapat diubah secara sepihak, dan Presiden Trump secara khusus menargetkan negara-negara dengan surplus perdagangan terhadap AS,” ujar Sri Mulyani.

Beberapa kebijakan tarif yang telah diberlakukan antara lain:

  • Tarif 10% untuk produk energi dan 25% untuk produk lainnya dari Kanada
  • Tarif 25% untuk produk asal Meksiko
  • Tarif 10% untuk produk dari China

Dampak dari kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh negara yang dikenakan tarif, tetapi juga memicu aksi balasan (retaliation) dari negara-negara tersebut dengan mengenakan tarif impor terhadap produk AS.

Dampak Perang Dagang bagi Indonesia

Indonesia sebagai salah satu negara yang mencatat surplus perdagangan terhadap AS juga berpotensi terkena dampaknya. Menurut Sri Mulyani, ada beberapa konsekuensi serius yang mungkin terjadi:

  1. Biaya produksi meningkat – Kebijakan tarif impor berdampak langsung pada rantai pasok manufaktur, terutama di sektor digital, yang berujung pada meningkatnya harga barang.
  2. Disrupsi rantai pasok global – Perubahan struktur perdagangan dunia memaksa perusahaan untuk mencari alternatif lain, yang dapat mengganggu stabilitas bisnis.
  3. Volatilitas harga komoditas – Harga bahan mentah dan barang jadi menjadi tidak stabil akibat kebijakan perdagangan yang berubah-ubah.
  4. Ketidakpastian pasar finansial – Sentimen pasar cenderung berfluktuasi, membuat investor lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya.

Selain itu, langkah AS ini juga dapat mempercepat relokasi rantai pasok global dan memperkuat blok ekonomi alternatif di luar pengaruh AS, seperti ASEAN dan BRICS.

Indonesia Perlu Waspada dan Bersiap Diri

Menanggapi dinamika ekonomi global yang semakin unilateral, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya penguatan ekonomi nasional agar Indonesia tetap dapat bertahan di tengah ketidakpastian global.

“Kita harus menyiapkan diri dan memperkuat ketahanan ekonomi. Dunia tidak lagi dalam situasi yang stabil seperti sebelumnya, dan kita harus menjaga kepentingan serta kedaulatan Indonesia,” ujar Sri Mulyani, mengutip arahan Prabowo.

Sri Mulyani juga menyoroti bahwa dalam dunia perdagangan global saat ini, persahabatan antarnegara semakin kabur. Sebagai contoh, hubungan AS dan Kanada, yang sebelumnya erat, kini justru memanas akibat kebijakan tarif impor yang diberlakukan Trump.

“Dulu kita mengenal istilah friendshoring, di mana perdagangan antara negara sahabat dianggap lebih aman. Tapi sekarang, bahkan hubungan AS-Kanada pun terguncang. Jadi bisa dikatakan, dalam konteks hari ini, ‘teman’ dalam perdagangan global sudah tidak ada lagi,” jelasnya.

Perang dagang yang dikobarkan Donald Trump bukan sekadar kebijakan ekonomi biasa, tetapi merupakan strategi besar yang mengubah peta perdagangan dunia. Indonesia perlu mempersiapkan diri menghadapi tantangan ini dengan memperkuat industri domestik, mencari pasar alternatif, serta membangun aliansi ekonomi yang lebih kuat di luar AS.

Dengan situasi perdagangan global yang semakin kompleks, satu hal yang pasti: dunia ekonomi tak lagi sama seperti sebelumnya.

Ad

RELATED ARTICLES

Ad

- Advertisment -

Most Popular