Monday, April 7, 2025
HomeNewsNasionalGoldman Sachs Turunkan Peringkat Saham Indonesia, Defisit Fiskal Jadi Sorotan Utama

Goldman Sachs Turunkan Peringkat Saham Indonesia, Defisit Fiskal Jadi Sorotan Utama

Views: 0

Perusahaan investasi global ternama, Goldman Sachs Group, Inc., baru-baru ini memangkas peringkat pasar saham Indonesia dari overweight menjadi neutral. Langkah ini diambil menyusul kekhawatiran terhadap meningkatnya risiko defisit fiskal di Indonesia. Penurunan peringkat ini menandakan sinyal hati-hati bagi investor global terhadap kondisi keuangan Tanah Air.

Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, keputusan Goldman Sachs mencerminkan ketidakpastian investor terhadap kebijakan fiskal pemerintah. “Efisiensi anggaran dan pembentukan Danantara menjadi dua faktor kunci yang diperhatikan investor. Jika tidak dijalankan dengan transparansi dan disiplin fiskal yang kuat, kepercayaan pasar akan menurun,” jelas Syafruddin saat dihubungi pada Selasa, 11 Maret 2025.

Syafruddin juga memperingatkan bahwa penurunan peringkat ini dapat memicu kenaikan imbal hasil surat utang negara (SUN). “Investor akan meminta premi risiko lebih tinggi, yang artinya pemerintah harus membayar bunga lebih besar untuk menarik dana dari pasar,” ujarnya.

Proyeksi Defisit APBN dan Dampaknya

Goldman Sachs memproyeksikan defisit APBN Indonesia akan melebar hingga mendekati batas maksimal 2,9% pada 2025. Selain menurunkan peringkat saham, lembaga ini juga menurunkan peringkat obligasi negara dengan tenor 10 dan 20 tahun menjadi netral.

Sebelumnya, lembaga keuangan global lain, Morgan Stanley, juga telah menurunkan peringkat saham Indonesia dalam indeks MSCI dari equal-weight ke underweight. Keputusan ini semakin memperburuk sentimen investor terhadap pasar keuangan Indonesia.

Dampak pada Pasar Modal dan Nilai Tukar Rupiah

Penurunan peringkat oleh dua lembaga keuangan terkemuka ini dikhawatirkan memicu arus modal keluar (capital outflow) dari Indonesia. Investor global cenderung mengalihkan dana mereka ke negara dengan stabilitas ekonomi yang lebih baik dan prospek pertumbuhan lebih menjanjikan.

Syafruddin menjelaskan, “Investor institusional yang mengacu pada indeks global akan melakukan rebalancing portofolio dengan mengurangi eksposur terhadap aset Indonesia. Hal ini dapat mengurangi likuiditas di pasar saham dan obligasi, serta meningkatkan volatilitas harga aset.”

Ia juga menambahkan, jika arus modal keluar semakin besar, Bank Indonesia (BI) mungkin harus meningkatkan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mencegah guncangan lebih lanjut pada sistem keuangan.

Tantangan bagi Investor Jangka Panjang

Penurunan peringkat ini tidak hanya berdampak jangka pendek, tetapi juga dapat mengurangi daya tarik Indonesia bagi investor jangka panjang. Tanpa kebijakan fiskal yang kredibel dan reformasi struktural yang konsisten, investor akan lebih memilih negara dengan stabilitas makroekonomi yang lebih baik.

“Indonesia perlu membangun kepercayaan investor dengan meningkatkan transparansi dan disiplin fiskal. Tanpa itu, sulit untuk menarik kembali minat investor global,” tegas Syafruddin.

Ad

RELATED ARTICLES

Ad

- Advertisment -

Most Popular