Dalam langkah yang mengejutkan, otoritas Arab Saudi pada Kamis (27/2/2025) membebaskan Dr. Abdulaziz Al-Fawzan, seorang ulama senior dan profesor fiqh di Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud, setelah ia mendekam dalam penjara selama tujuh tahun. Penahanan Al-Fawzan bermula pada 2018 akibat sebuah cuitan di Twitter (kini X) yang dianggap kritis terhadap pemerintah Saudi terkait penindasan terhadap ulama dan dai.
Menurut laporan Middle East Monitor (28/2), pembebasan Al-Fawzan menjadi bagian dari gelombang pembebasan terbaru yang dilakukan oleh pemerintah Saudi. Tidak hanya Al-Fawzan, sejumlah tokoh oposisi dan aktivis juga telah dibebaskan dalam beberapa pekan terakhir. Di antara mereka adalah Hatem Al-Najjar, seorang pembawa acara podcast ternama yang ditangkap tahun lalu karena kritiknya terhadap pemerintah Saudi yang ia sampaikan di platform X sekitar sepuluh tahun silam.
Sumber terpercaya, akun media sosial Prisoners of Conscience, juga melaporkan bahwa sekitar sepuluh aktivis dari suku Howeitat telah dibebaskan. Mereka sebelumnya ditahan akibat penentangan keras mereka terhadap proyek mega-kota NEOM, yang dinilai akan menggusur komunitas mereka. Sebagian dari mereka yang dibebaskan telah menyelesaikan masa hukuman, sementara lainnya mendapatkan keringanan hukuman.
Proyek NEOM dan Kontroversi Penggusuran
Proyek NEOM, yang digadang-gadang sebagai kota masa depan dengan investasi miliaran dolar, telah menuai kritik dari berbagai pihak, terutama dari suku Howeitat. Mereka menilai proyek ini mengabaikan hak-hak masyarakat lokal dan mengancam keberlangsungan hidup tradisional mereka. Penahanan terhadap aktivis Howeitat sebelumnya dianggap sebagai upaya pemerintah untuk membungkam suara kritis yang menentang proyek tersebut.
Pembebasan sebagai Langkah Rekonsiliasi?
Pembebasan sejumlah tokoh ini menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan perubahan kebijakan pemerintah Saudi dalam menangani kritik dan oposisi. Beberapa pengamat melihat ini sebagai upaya rekonsiliasi untuk memperbaiki citra Saudi di mata internasional, terutama menyusul tekanan dari berbagai organisasi HAM global yang kerap menyoroti praktik penahanan sewenang-wenang di negara tersebut.
Namun, pihak-pihak skeptis mempertanyakan apakah pembebasan ini benar-benar menandakan perubahan kebijakan atau sekadar upaya kosmetik untuk meredam kritik. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam proses hukum, serta perlindungan kebebasan berekspresi bagi semua warga Saudi.
Baca Juga Dewan Kerja Sama Teluk Serukan Israel Berhenti Serang Suriah
Masa Depan Kebebasan Berekspresi di Saudi
Pembebasan Al-Fawzan dan aktivis lainnya mungkin menjadi angin segar bagi para pendukung HAM dan kebebasan berekspresi. Namun, tantangan besar masih menanti. Apakah Saudi akan membuka ruang lebih luas bagi kritik dan perbedaan pendapat, atau langkah ini hanya bersifat sementara, masih menjadi pertanyaan besar.
Sebagai negara yang tengah berupaya memodernisasi diri melalui visi 2030, Arab Saudi diharapkan tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada pembangunan tatanan sosial yang lebih inklusif dan menghormati hak asasi manusia. Pembebasan tokoh-tokoh ini bisa menjadi langkah awal menuju perubahan yang lebih berarti, asalkan diikuti dengan kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan.