Thursday, April 10, 2025
HomeNewsNasionalDPR Mulai Bahas RUU Politik Omnibus Law, Target Rampung 2026

DPR Mulai Bahas RUU Politik Omnibus Law, Target Rampung 2026

Views: 0

Jakarta – Komisi II DPR sedang mempersiapkan pembahasan paket revisi undang-undang (RUU) yang mengatur seputar pemilihan umum, mulai dari pilpres hingga pilkada. Melalui revisi ini, DPR berencana menyatukan beberapa undang-undang terkait pemilu ke dalam satu payung hukum, yang disebut RUU Politik Omnibus Law atau RUU Kodifikasi Politik. Meski istilah “Omnibus Law” masih dalam perdebatan, tujuan utamanya adalah mengintegrasikan berbagai aturan tentang partai politik dan pemilu menjadi lebih terstruktur.

Saat ini, setidaknya ada tiga undang-undang yang diusulkan untuk digabungkan, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Namun, jumlah ini berpotensi bertambah karena fraksi-fraksi di DPR belum sepenuhnya sepakat mengenai daftar undang-undang yang akan dikodifikasi. Selain itu, RUU Politik ini juga belum dibahas secara resmi melalui naskah akademik atau Surat Presiden.

Usulan dari Legislator Golkar
Gagasan RUU Politik Omnibus Law pertama kali diusulkan oleh Ahmad Doli Kurnia, anggota Komisi II sekaligus Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, pada akhir Oktober 2024 lalu. Saat itu, Doli bahkan mengusulkan agar delapan undang-undang disatukan, termasuk UU MD3, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, UU Pemerintah Daerah, serta UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

Menurut Doli, revisi ini menjadi solusi atas berbagai masalah yang muncul selama pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pilpres 2024. “Kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law karena semuanya saling terkait,” ujar Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, 30 Oktober 2024.

Belakangan, Doli menyatakan bahwa istilah “Omnibus Law” tidak harus digunakan. Sebagai alternatif, dia menawarkan istilah “RUU Kodifikasi Politik”. Dari delapan undang-undang yang semula diusulkan, kini fokusnya dipersempit menjadi tiga undang-undang utama.

Dasar Hukum dan Usulan Ambang Batas Pencalonan Presiden
Doli menjelaskan bahwa usulan RUU Politik Omnibus Law didasarkan pada UU Nomor 59 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJMP). Dalam RPJMP disebutkan bahwa rezim pemilu harus menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu, UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik harus diintegrasikan agar tidak terpisah-pisah.

Selain itu, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar Komisi II DPR, muncul usulan untuk mengatur ambang batas maksimal syarat pencalonan presiden. Hal ini mengemuka setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas minimal 20 persen yang sebelumnya berlaku.

“Ada kecenderungan bahwa batas atas juga perlu dipertimbangkan, tidak hanya batas bawah,” kata Aria Bima, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP. Bima menilai ambang batas maksimal diperlukan untuk mencegah munculnya calon tunggal dalam pilpres, yang bisa terbentuk secara tidak alami karena intervensi politik.

Senada dengan itu, Titi Anggraini, dosen hukum pemilu dari Universitas Indonesia, mengusulkan agar ambang batas maksimal juga diberlakukan untuk pilkada. Dia menyarankan angka 40-50 persen dari gabungan kursi atau suara partai politik di parlemen sebagai batas maksimal koalisi pencalonan.

Baca Juga Presiden Prabowo Resmikan Danantara, Akan Kelola Aset 7 BUMN

Target Penyelesaian 2026
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin terburu-buru dalam membahas RUU ini. Sebelum resmi dibahas dengan pemerintah, DPR akan mengumpulkan masukan dari masyarakat sipil, pakar, dan organisasi pemerhati pemilu melalui serangkaian RDPU. Proses ini diperkirakan memakan waktu enam bulan hingga satu tahun ke depan.

“Keputusan final baru bisa kita lakukan di 2026,” kata Dede. Ia menambahkan bahwa target penyelesaian RUU Politik ini adalah 2026, agar dapat diterapkan pada tahapan pemilu berikutnya yang akan digelar pada 2027.

Dengan demikian, DPR berharap RUU Politik Omnibus Law dapat menjadi landasan hukum yang lebih komprehensif dan terintegrasi untuk mengatur sistem pemilu di Indonesia, sekaligus memperkuat nilai-nilai demokrasi dalam proses pemilihan umum ke depan.

Ad

RELATED ARTICLES

Ad

- Advertisment -

Most Popular