Kebijakan Baru Penerimaan Murid Baru: Sekolah Negeri Hanya Boleh Gelombang Tunggal Mulai 2025
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengumumkan perubahan signifikan dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB) yang akan berlaku mulai tahun ajaran 2025. Salah satu aturan baru yang mencuri perhatian adalah pembatasan sekolah negeri untuk hanya menyelenggarakan penerimaan murid baru dalam satu gelombang. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem yang lebih adil, transparan, dan terukur.
“Mulai 2025, sekolah negeri hanya diperbolehkan menerima murid baru dalam satu gelombang. Tidak ada lagi gelombang kedua. Selain itu, sekolah negeri dilarang menerima murid melebihi kapasitas yang telah ditetapkan,” tegas Mu’ti saat ditemui usai mengisi pengajian di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA), Sleman, DIY, pada Selasa (25/2).
Mu’ti menjelaskan, kapasitas penerimaan murid baru akan disesuaikan dengan data yang tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Hal ini dilakukan untuk memastikan keseimbangan antara jumlah murid dan guru, serta menghindari praktik-praktik tidak sehat seperti “jual beli bangku” yang selama ini kerap terjadi.
“Masalahnya, sekolah negeri seringkali menerima murid melebihi kapasitas. Akibatnya, rasio guru dan murid tidak seimbang. Selain itu, kami juga ingin menghilangkan praktik jual beli kursi yang harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah,” ungkapnya.
Dukungan untuk Siswa yang Gagal Masuk Sekolah Negeri
Bagi siswa yang tidak berhasil masuk ke sekolah negeri, pemerintah menyiapkan solusi alternatif. Mu’ti menyatakan bahwa siswa yang bersekolah di swasta terakreditasi akan mendapatkan bantuan pendidikan dari pemerintah daerah. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi beban finansial orang tua sekaligus memastikan bahwa setiap anak tetap mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas.
“Kami tidak ingin ada anak yang tertinggal hanya karena gagal masuk sekolah negeri. Oleh karena itu, pemerintah daerah akan memberikan bantuan pendidikan bagi mereka yang memilih sekolah swasta terakreditasi,” jelas Mu’ti.
Perubahan Signifikan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru
SPMB yang akan menggantikan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ini membawa sejumlah perubahan penting. Salah satunya adalah penggantian jalur zonasi menjadi jalur domisili. Jalur domisili ini memungkinkan calon murid mendaftar di sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya, bahkan jika lokasinya berada di luar wilayah administratif atau lintas provinsi.
“Jalur domisili ini lebih fleksibel. Misalnya, seorang siswa bisa mendaftar di sekolah yang berada di provinsi tetangga jika lokasinya lebih dekat dengan rumahnya,” papar Mu’ti.
Selain itu, SPMB juga memberikan porsi lebih besar untuk jalur prestasi dan afirmasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih adil bagi siswa berprestasi dan mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Sistem Rayon untuk SMA
Pada jenjang SMA, SPMB akan menerapkan sistem rayon. Artinya, calon siswa dapat mendaftar ke sekolah di lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi. Bahkan, dalam kasus tertentu, siswa juga bisa mendaftar ke sekolah di provinsi lain jika lokasinya lebih dekat dengan tempat tinggalnya.
“Sistem rayon ini memberikan fleksibilitas lebih besar. Siswa bisa mendaftar ke sekolah di mana saja, dengan prioritas tetap pada provinsi yang sama. Namun, jika lokasinya dekat, lintas provinsi juga dimungkinkan,” jelas Mu’ti.
Baca Juga : Cara Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak dengan Nilai-Nilai Positif
Dukungan dari Presiden dan Menteri Terkait
Mu’ti mengklaim bahwa rancangan aturan baru ini telah mendapatkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto dan para menteri terkait. Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang mengatur SPMB ini diharapkan segera terbit dalam waktu dekat.
“Insya Allah, dalam waktu tidak terlalu lama, Peraturan Menteri ini akan resmi terbit. Substansi dan sistemnya sudah disetujui oleh Pak Presiden dan telah diparaf oleh para menteri terkait,” ujarnya.
Tujuan Besar di Balik Perubahan
Perubahan sistem ini tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki tata kelola penerimaan murid baru, tetapi juga untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas. Dengan membatasi penerimaan murid dalam satu gelombang, pemerintah berharap dapat mengurangi praktik tidak sehat dan memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan.
“Kami ingin memastikan bahwa pendidikan adalah hak semua anak, bukan komoditas yang bisa diperjualbelikan. Dengan sistem baru ini, kami berharap dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih adil dan bermutu,” pungkas Mu’ti.
Dengan kebijakan baru ini, pemerintah berkomitmen untuk terus memperbaiki sistem pendidikan nasional, menciptakan generasi muda yang lebih siap menghadapi tantangan masa depan.