Dalam upaya mendorong perdamaian antara Rusia dan Ukraina, Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, menyatakan kesediaan Ankara untuk memberikan jaminan keamanan bagi Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan akhir mengakhiri perang. Pernyataan ini disampaikan Fidan dalam jumpa pers bersama Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, pada Senin (tanggal), menandai tiga tahun konflik yang belum juga menemui titik terang.
Fidan menegaskan bahwa Turki, sebagai prinsip, siap mengambil langkah-langkah yang dapat berkontribusi pada perdamaian. Namun, ia menekankan bahwa Ankara perlu memantau perkembangan pembicaraan lebih lanjut sebelum membuat komitmen final. “Setelah persiapan teknis yang diperlukan selesai, Presiden Recep Tayyip Erdogan akan mengambil keputusan yang tepat. Untuk saat ini, kami terus memantau diskusi dan pertemuan dengan cermat,” ujarnya.
Turki juga menyambut baik inisiatif perdamaian yang digagas oleh mantan Presiden AS Donald Trump, yang mengusulkan dialog langsung antara AS dan Rusia. Meskipun Ukraina tidak dilibatkan dalam putaran pertama pembicaraan di Riyadh pekan lalu, Fidan menilai pendekatan ini sebagai langkah yang “berorientasi pada hasil”. Ia menegaskan bahwa solusi damai hanya dapat dicapai melalui negosiasi yang melibatkan semua pihak terkait. “Kami siap memberikan segala bentuk dukungan untuk terciptanya perdamaian melalui dialog,” tambahnya.
Lavrov: Ukraina Dibatasi Barat untuk Capai Kesepakatan
Di sisi lain, Sergey Lavrov mengklaim bahwa Ukraina sebenarnya telah merumuskan rancangan perjanjian damai pada Maret 2022 di Istanbul, namun menolak menandatanganinya karena tekanan dari Inggris dan sekutu Barat lainnya. Lavrov menyebut bahwa rancangan tersebut mencakup jaminan keamanan dari anggota Dewan Keamanan PBB, Jerman, dan Turki. “Sayangnya, Barat menghalangi proses ini,” ujarnya.
Menariknya, Lavrov menyatakan bahwa Moskow kini terbuka bagi Turki untuk berperan sebagai penjamin keamanan dalam kesepakatan damai. Pernyataan ini menandai pergeseran sikap dari posisi sebelumnya, di mana Rusia menolak keterlibatan Turki sebagai penjamin.
Ankara: Jembatan Dialog antara Timur dan Barat
Turki, yang sejak awal konflik berusaha menjaga netralitas, terus memainkan peran sebagai mediator antara Rusia dan Ukraina. Ankara menolak bergabung dengan sanksi internasional terhadap Moskow, sambil tetap membuka pintu bagi warga Rusia untuk berkunjung. Meskipun menghadapi kendala transaksi keuangan akibat sanksi Barat, perdagangan bilateral antara Turki dan Rusia sebagian besar tetap berjalan.
Baca Juga: Hungaria: Ukraina Tak Akan Jadi Anggota NATO
Komentar Trump tentang perlunya dialog langsung antara AS dan Rusia telah memicu reaksi beragam di Eropa. Beberapa pemimpin Eropa mulai mempertimbangkan kembali hubungan mereka dengan Washington, sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan pertemuan puncak Eropa untuk membahas krisis Ukraina—tanpa melibatkan Turki.
Prospek Perdamaian: Tantangan dan Harapan
Meskipun upaya perdamaian masih menghadapi banyak tantangan, Ankara optimis bahwa negosiasi dapat mengarah pada diskusi serius. Turki telah lama mendorong dialog inklusif yang melibatkan semua pihak, termasuk Ukraina, Rusia, dan negara-negara penjamin. Dengan posisinya yang unik, Turki berharap dapat menjadi jembatan yang menghubungkan kepentingan Timur dan Barat dalam upaya mengakhiri perang.