Dalam perkembangan terbaru yang mengejutkan, Perdana Menteri Inggris Raya Keir Starmer mengumumkan kesiapan negaranya untuk mengirim pasukan langsung ke medan perang Ukraina. Pernyataan ini disampaikan menjelang rapat darurat para pemimpin Eropa di Paris, Prancis, pada Senin (17/2/2025). Rapat tersebut digelar sebagai respons atas perundingan bilateral antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang dinilai mengabaikan kepentingan Eropa.
Starmer menegaskan bahwa Inggris siap memainkan “peran pemimpin” dalam mendukung pertahanan Ukraina. Selain menjanjikan bantuan militer senilai 3 miliar poundsterling per tahun hingga 2030, London juga mempertimbangkan untuk mengerahkan pasukannya ke wilayah konflik. Ini merupakan pertama kalinya PM Inggris secara terbuka mengakui kemungkinan mengirim tentara ke Ukraina, sebuah langkah yang sebelumnya hanya dibahas dalam konteks pasukan penjaga perdamaian jika gencatan senjata tercapai.
Tanggung Jawab Besar di Pundak Starmer
Dalam wawancara eksklusif dengan The Telegraph, Starmer mengungkapkan betapa berat keputusan ini. “Saya tidak mengatakan ini dengan ringan. Saya menyadari tanggung jawab besar yang saya pikul, terutama ketika mempertimbangkan risiko mengirim tentara kita—laki-laki dan perempuan—ke medan perang yang berbahaya,” ujarnya.
Namun, Starmer menekankan bahwa dukungan terhadap Ukraina bukan hanya tentang membantu negara tersebut, melainkan juga tentang menjamin keamanan Eropa secara keseluruhan. “Setiap upaya yang kita lakukan untuk melindungi Ukraina adalah upaya untuk melindungi benua kita dan keamanan negara ini,” tambahnya.
Rapat Darurat Eropa: Solidaritas atau Kekhawatiran?
Rapat darurat di Paris dihadiri oleh para pemimpin terkemuka Eropa, termasuk Jerman, Italia, Polandia, Spanyol, Denmark, Belanda, serta Sekretaris Jenderal NATO. Pertemuan ini diinisiasi oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang merasa bahwa Eropa dan Ukraina harus dilibatkan dalam setiap perundingan damai terkait konflik tersebut.
Keputusan Donald Trump untuk berunding langsung dengan Vladimir Putin tanpa melibatkan sekutu Eropa telah memicu ketidakpuasan di kalangan pemimpin Eropa. Mereka menegaskan bahwa solusi damai harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan, termasuk Ukraina, yang menjadi korban langsung agresi Rusia.
Ancaman Agresi Rusia dan Masa Depan Ukraina
Starmer menyatakan bahwa perdamaian di Ukraina harus dijamin untuk mencegah “agresi lebih lanjut dari Putin di masa depan.” Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam di kalangan pemimpin Eropa tentang potensi ekspansi Rusia jika Ukraina tidak diberikan dukungan memadai.
Namun, langkah Inggris untuk mengirim pasukan ke Ukraina juga menuai kritik. Beberapa analis mempertanyakan risiko yang mungkin timbul, termasuk eskalasi konflik dan potensi korban jiwa di pihak Inggris. Selain itu, langkah ini bisa memicu ketegangan lebih lanjut dengan Rusia, yang telah memperingatkan negara-negara Barat untuk tidak campur tangan dalam urusan Ukraina.
Reaksi Internasional
Keputusan Starmer telah memicu berbagai reaksi dari komunitas internasional. Sementara beberapa negara Eropa menyambut baik langkah tegas Inggris, lainnya mengkhawatirkan dampak jangka panjang dari intervensi militer langsung. NATO, di sisi lain, menyatakan dukungannya terhadap upaya kolektif untuk menjaga stabilitas di Eropa Timur.
Di dalam negeri, langkah Starmer juga menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat Inggris mendukung upaya pemerintah untuk menunjukkan solidaritas dengan Ukraina, sementara yang lain mempertanyakan apakah keputusan ini telah mempertimbangkan risiko secara matang.
Apa Selanjutnya?
Dengan rencana pengiriman pasukan dan bantuan militer besar-besaran, Inggris tampaknya siap memainkan peran sentral dalam konflik Ukraina. Namun, langkah ini juga membawa tantangan besar, baik dari segi politik, militer, maupun diplomatik.
Pertemuan darurat di Paris akan menjadi momen krusial untuk menentukan arah kebijakan Eropa ke depan. Apakah langkah Starmer akan memicu gelombang dukungan serupa dari negara-negara Eropa lainnya, atau justru memicu perpecahan di antara sekutu? Jawabannya akan segera terungkap dalam hari-hari mendatang.