Monday, April 7, 2025
HomeInternasionalEropaFrank-Walter Steinmeier Desak Platform Media Sosial Patuhi Hukum Eropa

Frank-Walter Steinmeier Desak Platform Media Sosial Patuhi Hukum Eropa

Views: 0

Dalam pidatonya di Konferensi Keamanan Munich, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier menyerukan agar platform media sosial mematuhi hukum Eropa. Ia memperingatkan bahwa perusahaan teknologi tidak akan diizinkan merusak sistem demokrasi atau membahayakan generasi muda. Pernyataan ini disampaikan di tengah meningkatnya kekhawatiran global tentang dampak media sosial terhadap masyarakat, terutama anak-anak dan remaja.

“Kami menuntut perusahaan teknologi, baik itu TikTok, X, atau platform lainnya, untuk mematuhi hukum Eropa. Kita tidak boleh membiarkan platform ini menghancurkan masyarakat demokratis kita atau menyebabkan bahaya serius bagi anak-anak kita,” tegas Steinmeier pada Jumat (14/02/2024).


Latar Belakang: Desakan Global untuk Regulasi Media Sosial

Seruan Steinmeier sejalan dengan upaya sejumlah negara, termasuk Australia dan Turki, yang mulai memberlakukan persyaratan usia minimum bagi pengguna media sosial. Tujuannya adalah melindungi kaum muda yang dianggap rentan terhadap pengaruh negatif platform digital. Di Eropa, langkah ini juga menjadi bagian dari upaya lebih besar untuk memperkuat regulasi teknologi, termasuk dalam hal kecerdasan buatan (AI) dan keamanan siber.

Steinmeier menegaskan bahwa negara-negara Eropa akan berinvestasi besar-besaran dalam beberapa tahun ke depan untuk memperkuat posisi mereka di bidang teknologi digital. “Kami harus memastikan bahwa Eropa tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pemain utama dalam inovasi teknologi,” ujarnya.


Ketegangan Politik Jelang Pemilu Jerman

Pernyataan Steinmeier ini muncul di tengah ketegangan politik yang meningkat menjelang pemilihan parlemen Jerman pada 23 Februari. Konferensi Keamanan Munich, yang dihadiri oleh para pemimpin global seperti Wakil Presiden AS JD Vance, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi, menjadi panggung bagi perdebatan sengit tentang masa depan demokrasi dan teknologi.

Vance, dalam pidatonya, mengkritik pemerintah Eropa karena menentang partai populis sayap kanan, seperti Alternatif untuk Jerman (AfD). Ia menuduh sikap ini sebagai anti-demokrasi. Vance bahkan bertemu dengan Ketua Bersama AfD, Alice Weidel, di Munich, sebuah langkah yang diinterpretasikan sebagai bentuk dukungan tidak langsung terhadap partai tersebut.

Elon Musk, pemilik platform X (sebelumnya Twitter) dan sekutu dekat Presiden AS Donald Trump, turut menanggapi pidato Vance dengan postingan di X: “Make Europe Great Again! MEGA, MEGA, MEGA.” Musk, yang dikenal mendukung pandangan sayap kanan, juga memuji AfD sebagai “satu-satunya harapan bagi Jerman.”


AfD dan Dinamika Politik Jerman

AfD, partai anti-imigran yang saat ini meraih sekitar 20% suara dalam jajak pendapat, diprediksi menjadi partai terbesar kedua dalam pemilihan 23 Februari. Namun, partai ini kemungkinan besar akan tetap terisolasi secara politik, karena semua partai lain—termasuk CDU/CSU, SPD, dan Partai Hijau—menolak bekerja sama dengan AfD.

Aliansi CDU/CSU, yang dipimpin oleh Friedrich Merz, masih memimpin dengan 30% suara dalam survei terbaru. Sementara itu, Partai Sosial Demokrat (SPD) pimpinan Kanselir Olaf Scholz meraih 16%, dan Partai Hijau memperoleh 14%. Meski CDU/CSU unggul, mereka masih perlu membentuk koalisi dengan partai lain untuk memerintah.


Media Sosial dan Tantangan Demokrasi

Sejak Elon Musk mengambil alih X pada 2022, platform ini dikenal sebagai tempat berkumpulnya pandangan sayap kanan. Kritikus menuduh Musk membiarkan disinformasi dan konten ekstrem berkembang, sesuatu yang sebelumnya dibatasi oleh kebijakan moderasi konten. Hal ini memicu kekhawatiran tentang peran media sosial dalam memengaruhi opini publik dan proses demokrasi.

Steinmeier menegaskan bahwa Eropa tidak akan tinggal diam. “Kami akan mengambil langkah tegas untuk memastikan bahwa platform media sosial tidak merusak nilai-nilai demokrasi kami,” katanya. Ia juga menyerukan kerja sama internasional untuk menciptakan regulasi yang lebih ketat terhadap perusahaan teknologi.


Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Dengan pemilihan parlemen Jerman yang semakin dekat, peran media sosial dan teknologi dalam politik menjadi sorotan utama. Sementara itu, upaya Eropa untuk memperkuat regulasi teknologi dan melindungi demokrasi akan terus berlanjut. Tantangan terbesar adalah menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan perlindungan terhadap ancaman disinformasi dan konten berbahaya.

Ad

RELATED ARTICLES

Ad

- Advertisment -

Most Popular