Jakarta – Wacana pemulangan narapidana kasus kejahatan seksual Reynhard Sinaga dari Inggris ke Indonesia menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Pemerintah Indonesia kini tengah mengkaji kemungkinan pemulangan Reynhard, meski terbentur kendala hukum terkait kerja sama transfer narapidana antara kedua negara.
Seperti diketahui, Indonesia dan Inggris tidak memiliki perjanjian resmi mengenai pemindahan narapidana atau transfer of sentence person. Hal ini menjadi hambatan utama dalam upaya pemulangan Reynhard yang saat ini menjalani hukuman seumur hidup di Inggris atas kasus pelecehan seksual terhadap ratusan korban.
Parlemen Pantau Perkembangan Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya, menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan terkait rencana ini. Meskipun tidak memiliki dasar perjanjian formal, ia optimistis bahwa peluang tetap ada. Ia mencontohkan pemulangan narapidana hukuman mati Mary Jane dari Filipina ke Indonesia melalui kesepakatan praktis antara kedua negara.
“Contoh baik yang pernah kita lakukan adalah membentuk practical agreement. Namun, tentu semua bergantung pada kebijakan pemerintah Inggris,” ujar Willy saat dihubungi pada Jumat (7/2).
Namun, tidak semua pihak sependapat dengan rencana pemulangan ini. Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira, justru mempertanyakan urgensi langkah tersebut. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih fokus pada masalah lain yang lebih prioritas.
“Kalau tidak ada kerja sama transfer narapidana, kenapa kita repot mengurus hal ini? Apa tidak ada isu yang lebih penting? Saya tidak mengerti, apa sebenarnya yang ingin diperjuangkan dengan pemulangan Reynhard?” kritik Andreas.
Pakar Hukum: Lebih Baik Tetap di Inggris Pandangan serupa juga disampaikan oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir. Ia menilai bahwa pemulangan Reynhard justru akan menimbulkan lebih banyak dampak negatif, terutama dari sisi fasilitas pemasyarakatan dan rehabilitasi.
“Penjara di Inggris memiliki fasilitas lebih baik, termasuk dalam penanganan narapidana kasus kejahatan seksual. Jika tetap menjalani hukuman di sana, peluang untuk menjalani rehabilitasi dengan sistem yang lebih baik juga lebih besar,” jelas Mudzakkir.
Lebih lanjut, ia menyebut belum ada gambaran konkret dari pemerintah terkait jaminan keamanan dan pembinaan jika Reynhard benar-benar dipulangkan ke Indonesia. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa lebih baik Reynhard tetap menjalani hukuman di Inggris.
Pemerintah Masih Mengkaji Opsi Pemulangan Menanggapi berbagai tanggapan yang muncul, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa wacana pemulangan ini masih dalam tahap kajian lebih lanjut. Pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta otoritas Inggris untuk menelaah aspek hukum dan teknis dari kemungkinan pemindahan narapidana tersebut.
“Kami masih mempelajari dan mendalami opsi yang ada. Koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri juga terus dilakukan,” ujar Yusril dalam keterangannya kepada media pada Jumat (7/2).
Namun, di sisi lain, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Soemirat, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima komunikasi diplomatik resmi terkait rencana pemulangan Reynhard Sinaga.
“Kementerian Luar Negeri belum mendapatkan komunikasi resmi diplomatik mengenai wacana pemulangan ini,” kata Rolliansyah dalam konferensi pers di Jakarta.
Dengan berbagai pro dan kontra yang mengemuka, serta kendala regulasi yang ada, rencana pemulangan Reynhard Sinaga masih menjadi perdebatan panjang. Pemerintah harus mempertimbangkan aspek hukum, teknis, serta kesiapan fasilitas pemasyarakatan sebelum mengambil keputusan akhir. Hingga kini, nasib Reynhard masih berada di tangan otoritas Inggris, sambil menunggu kepastian dari kajian yang tengah dilakukan pemerintah Indonesia.